Di sisi lain, para pengisi kotak suara dipersepsikan sebagai sahaya yang tidak mendapat ruang kehendak, yang dapat dipuaskan dengan janji dan kebohongan, yang dituding ketika rencana tak berjalan sesuai pesanan, yang tak berdaya meladeni hasrat ketamakan pemerintah, yang kerap bersuara melalui moncong senjata.
Situasi yang bagi Inheritors tak lagi dapat ditangani, sebagaimana tradisi yang diwariskan secara turun-temurun bahkan sejak konsep negara belum dirumuskan dalam sumpah para pemuda. Luka-luka dari akar rumput yang akhirnya menjadi sampar, menyebar ke segala penjuru, merebak menjadi penyakit pikiran yang permanen.
Melalui “Pestilence” pula Inheritors menyebarkan wabah kesadaran bagi pendengar untuk tetap waras dan waspada terhadap kondisi di sekitar. Wabah untuk mengingatkan peran kita sebagai warga sipil di jaman ini yang kian dekat dengan pembiaran dan penelantaran. Wabah yang tak terhindarkan, berpenetrasi merasuki otak dan pikiran tanpa perlawanan. Wabah yang menumbuhkan apatisme, agar kita kebas pada kehancuran, karena sesungguhnya tidak semua hal dapat kita selamatkan.
(Red/Inheritors Trash)