Oleh: Jahar Qaulani
Penyuluhan Antikorupsi PAK KBJB Provinsi Jawa Barat
SOROT JABAR – Tidak henti-hentinya setiap hari kita sering mendengar dan melihat berita kasus korupsi dimana-mana, hampir semua daerah, semua level, instansi pemerintah bahkan dunia pendidikan. Berdasarkan kajian ICW, pendidikan selalu masuk dalam kategori 5 besar kasus korupsi, miris!
(Dikutip dari https://www.new-indonesia.org). Menurut Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, “Korupsi di sektor pendidikan ini selalu berada di lima besar dalam beberapa tahun terakhir. Jadi yang lain-lain keluar masuk dari lima besar, tapi kalau pendidikan selalu ada.
Selanjutnya, Almas mengatakan ada 30 kasus korupsi sektor pendidikan yang ditindak penegak hukum. Sebanyak 40 persen di antaranya merupakan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS). Lebih lanjut Almas mengatakan,” Bukan sekadar kesalahan pencatatan, tapi lebih dari itu modus korupsi terungkap meliputi kegiatan fiktif serta rekayasa laporan pertanggungjawaban anggaran.”
Secara umum ICW mencatat sebanyak 240 kasus tindak pidana korupsi pendidikan yang ditindak APH sepanjang tahun 2016-2021. Kerugian negara yang ditimbulkan Rp 1,6 triliun. Kasus dan kerugian ini yang baru diketahui, belum kasus yang belum terungkap. ( https://antikorupsi.org/id).
Lebih lanjut ICW mencatat, 240 korupsi pendidikan terbanyak berkaitan dengan:
1) Penggunaan dana BOS, sebanyak 52 kasus.
2) Korupsi terbanyak yaitu korupsi pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa non infrastruktur, seperti pengadaan buku, arsip sekolah, meubelair, perangkat TIK untuk e-learning, pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan lainnya.
Selain itu, menurut Inspektur Jenderal Kemendikbud, Catharina Girsang (dikutip dari media Hukumonline.com). “Adanya kenaikan kasus korupsi di sektor pendidikan. “Ada kenaikan 100% dari temuan BPK. Pencegahan kasus korupsi di sektor pendidikan ini seperti jalan di tempat, tidak ada pengurangan bahkan terus bertambah. Salah satu potensi terbesar terjadinya korupsi ini karena ada anggaran, disitu ada korupsi,” kata Catharina.
“Korupsi sektor pendidikan juga tak mengenal batas nilai kemanusiaan. Bahkan, sebagian besar dana yang disalahgunakan merupakan bantuan untuk siswa miskin dan gaji guru honorer yang tidak seberapa,” ujarnya miris.
Kasus korupsi pendidikan yang ditindak APH pada tahun 2016-2021, ini melibatkan 621 tersangka.
Dilihat dari latar belakangnya, tersangka didominasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Pendidikan dan instansi lain (di luar ASN di sekolah), yaitu sebanyak 288 atau 46,3%. Secara lebih rinci, ASN yang dimaksud merupakan ASN Staf di Dinas Pendidikan (160 tersangka); ASN instansi lain seperti kementerian, Dinas Sosial, Dinas Syariat Islam, Dinas Komunikasi dan Informasi, dll (84 tersangka); dan Kepala Dinas Pendidikan (44 tersangka).
Tersangka terbanyak kedua berasal dari pihak sekolah, yaitu 157 tersangka atau 25,3% dari total tersangka. Kepala dan wakil kepala sekolah adalah pihak sekolah yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka (91 orang) dan disusul pihak lain seperti guru, kepala tata usaha, dan penanggung jawab teknis kegiatan (36 orang), serta staf keuangan atau bendahara sekolah (31 orang). Data ini menunjukkan fakta bahwa korupsi pendidikan juga marak terjadi di sekolah, tempat peserta didik menuntut ilmu yang seharusnya mengajarkan sekaligus mencontohkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan keadilan.
MODUS KORUPSI
Sebagian besar modus korupsi di sektor pendidikan, yaitu:
- Laporan fiktif
- Penyalahgunaan anggaran.
- Penggelembungan dana (mark up).
- Pungutan liar/pemerasan
- Penyunatan anggaran.
- Penggelapan, dan penyalahgunaan wewenang.
Berdasarkan data di atas, sungguh sangat miris sekali yang seharusnya dunia pendidikan menjadi tempat menanamkan dan mewariskan nilai-nilai moral dan budaya antikorupsi kepada generasi bangsa malah mewariskan budaya korupsi. Padahal agama telah mengingatkan kepada kita semua agar berhati-hati jangan sampai kita memberikan contoh, menunjukan, mewariskan budaya buruk (korupsi) kepada orang lain atau generasi muda karena akan berdampak dosa jarriyah, dosa yang terus mengalir sampai kita mati.
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mengajak (manusia) pada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa mengajak keburukan (memberikan contoh, mengajarkan yang buruk) maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)
Siapa yang memelopori satu kebiasaan yang buruk dalam Islam maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka” (HR. Muslim).
“Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar zaroh pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS. Az-Zalzalah, ayat 7 -8)
SUMBER
1) https://antikorupsi.org/id/article/tren-penindakan-korupsi-sektor-pendidikan-pendidikan-di-tengah-kepungan-korupsi
2) https://antikorupsi.org/id/korupsi-dana-bantuan-pendidikan
3) https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20240610-mirisnya-praktik-korupsi-sektor-pendidikan
4) https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0KvPXA1b-icw-korupsi-di-dunia-pendidikan-selalu-masuk-5-besar-kasus-korupsi.
(Dadan Sambas)