Tan Malaka dan Madilog, Mengungkap Magno Opus Yang Merevolusi Pemikiran Indonesia

SOROT JABAR – Madilog merupakan akronim dari kata materialisme, dialektika, dan logika. Berbeda dengan buku-buku lain karyanya yang biasanya membahas ilmu-ilmu sosial, politik, ekonomi, dan sejarah seperti, Tan Malaka dalam Madilog menuliskan ilmu-ilmu alam mutlak (sains) biologi, fisika, dan kimia dengan pendekatan filosofis. Menurut mendiang peneliti politik LIPI, Alm. Dr. Alfian, Madilog adalah magnum opus-nya Tan Malaka.

Latar belakang Tan Malaka menulis buku ini adalah untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu pemikiran mistik dan irasional yang telah mengakar dalam pikiran masyarakat Nusantara.

Gagasan dan gerakan pembebasan ala Tan Malaka ini tetap relevan hingga saat ini. Menurutnya, sebelum memulai revolusi kemerdekaan melawan imperialisme, pikiran rakyat harus terlebih dahulu dibebaskan dari berbagai unsur mistis seperti sesajen, dukun, pesugihan, dan sejenisnya.

Tan Malaka menulis buku Madilog dengan menggunakan nama samaran yaitu Ilyas Hussein. Nama samaran ini juga ia gunakan saat bertemu dengan K. H. Wahid Hasyim, putra dari Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan ayah dari Gus Dur.

Dalam pengantar Madilog yang ditulis pada 15 Maret 1946, Tan Malaka menceritakan sedikit tentang dirinya dan proses penulisan Madilog. Ia menghabiskan sekitar delapan bulan (15 Juli 1942–30 Maret 1943) untuk menyelesaikan karya besarnya ini. Tan Malaka menulis Madilog setelah kembali ke Indonesia dari perantauan, di masa penjajahan Jepang, dan ia menjadi buronan tentara Jepang.

Sebelum kembali ke tanah air, Tan Malaka pernah menjadi tahanan pemerintah kolonial Belanda dan melarikan diri ke beberapa negara, seperti Rusia, Tiongkok, Singapura, dan Filipina untuk menghindari pengejaran. Selama masa pelariannya, ia bekerja sebagai guru bahasa Inggris dan menghadapi petualangan berat, termasuk harus menyamar berkali-kali dan membuang buku-bukunya ke laut untuk menghindari razia polisi penjajah.

READ  Menpora RI Apresiasi Timnas Futsal Indonesia Yang Berhasil Menjadi Runner Up di 4NWS 2025

Meskipun demikian, setiap kali mendapat uang, ia selalu membeli buku baru untuk dipelajari, meskipun buku tersebut tidak bisa ia bawa pulang ke Indonesia. Baginya, pustaka sangat penting, dan ia meneladani kecintaan Bung Hatta terhadap buku. Madilog pun ditulis hanya berdasarkan ingatan Tan Malaka.

Dalam pengantar tersebut, Tan Malaka juga menyindir Bung Karno yang dianggapnya kurang radikal. Ia membandingkan masa pengasingan Bung Karno yang hanya 10 tahun di dalam negeri, sementara Tan Malaka diasingkan selama 20 tahun di luar negeri.

Tan Malaka juga membedakan cara perjuangannya dengan Bung Karno, di mana Bung Karno menyebarkan propaganda lewat surat kabar “Sinar Matahari” milik Jepang, sementara Tan Malaka lebih memilih melakukan agitasi secara bawah tanah.

 

(Rifqi Syeikh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *