SOROT JABAR – Gerakan menanam mangrove di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, merupakan respons terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi sejak 2004, ketika air laut mulai naik dan daratan menurun.
Menurut Mansyur, tokoh penanaman mangrove dan anggota Wanadri, kondisi tersebut tidak terlepas dari dampak aktivitas manusia, di mana dulunya kawasan tersebut dipenuhi hutan mangrove yang lebat, namun kini banyak beralih fungsi menjadi tambak.
Untuk mengatasi masalah ini, Wanadri menggagas gerakan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak, dimulai dengan aksi kecil yang diinisiasi oleh angkatan yang lebih tua di Wanadri.
Pada tahun 2016, kegiatan penanaman ini terus berlanjut meskipun belum optimal, sehingga diperlukan proses yang lebih panjang untuk mencapai tujuan.
Mansyur menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi lebih terstruktur dengan adanya piagam pesisir, yang merupakan komitmen untuk pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu di Jawa Barat.
Wilayah Mayangan dijadikan pusat kegiatan ini, yang juga melibatkan tiga desa lainnya: Legon Wetan, Mayangan, dan Tegalurung.
Kendala muncul karena Wanadri tidak dapat bergerak sendiri, sehingga dibentuklah program pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi ibu-ibu dan nelayan, yang dinamakan Pemuda Siput. Program ini mulai dijalankan pada 2022 bekerja sama dengan Biofarma, melibatkan 30 pemuda yang berkomitmen untuk menjaga dan merawat lingkungan mereka.
Eiger berkontribusi dengan mendonasikan 10 ribu mangrove dan membina masyarakat setempat, memberikan semangat bagi Wanadri untuk terus berperan aktif dalam menangani masalah abrasi di Mayangan.
Mansyur mencatat bahwa penanaman mangrove telah memberikan dampak positif, mengurangi dampak air laut yang tinggi dan air rob, terutama pada musim barat laut.
“Semenjak penanaman mangrove, saat air naik, debitnya hanya sebatas jalan dan membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk surut. Ini merupakan perbaikan yang signifikan dibandingkan sebelumnya, di mana air dapat merusak rumah warga,” ujarnya.
Mansyur berharap agar gerakan kolaboratif ini dapat berlanjut dan hutan mangrove dapat hijau kembali. Ia mengingatkan pentingnya teknik penanaman yang tepat, di mana mangrove harus ditanam di dalam, bukan di pesisir, dengan jarak sekitar 500 meter untuk mencegah kerusakan akibat arus.
Di desa Mayangan, sekitar 45 hektare mangrove telah ditanam dari total ratusan hektare yang diperlukan. Untuk satu hektar lahan, dibutuhkan sekitar 10 ribu mangrove, tergantung kondisi.
Sikap warga terhadap kegiatan penanaman mangrove ini bervariasi, namun ada banyak yang berpartisipasi melalui sistem kelompok dan pembinaan. Mansyur mencatat bahwa warga merasakan dampak positif pasca penanaman, tidak hanya dalam mengatasi abrasi tetapi juga dalam meningkatkan daya ekonomi masyarakat sekitar.
(Red/ZJ)